Tamora | jurnalpost.net
Aksi pengerusakan plank Hak Guna Bangunan (HGB) milik PTPN2 yang berdiri di pinggir lapangan kompleks perumahan karyawan Garuda di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dilapor ke Polda Sumatera Utara sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/B/628/V/2023/SPKT/Polda Sumut, Jumat (26/5/23).
Pelaporan disertai sejumlah bukti-bukti saat terjadinya aksi pengerusakan serta pelaku yang melakukan tindakan anarkis tersebut oleh Bagian Hukum PTPN2.
Dikonfirmasi wartawan, Sabtu (27/5/23) Kasubag Humas PTPN2 Rahmat Kurniawan sangat menyesalkan aksi anarkis yang dilakukan keluarga para pensiunan PTPN2 tersebut.
Sebab, plank yang dipasang di pinggir lapangan tersebut hanya sebagai penanda bahwa areal itu adalah milik PTPN 2 sesuai dengan HGB Nomor 43.
“Namun sebagian penghuni rumah dinas karyawan, sangat tidak terima adanya plank dan berusaha merusak plank yang pagi itu dikawal oleh sejumlah security kita. Kita sendiri tidak tahu apa alasan keberatan mereka dengan plank tersebut,” jelas Rahmat Kurniawan via seluler.
Disebutkan Rahmat, sejumlah petugas pengamanan kebun yang berada di lokasi berusaha memberikan penjelasan dan pemahaman agar warga kompleks Garuda tidak salah faham. Namun penjelasan yang diberikan tidak sedikitpun digubris para penghuni rumah kompleks Garuda yang sudah sejak awal sangat keberatan berdirinya plank di sudut lapangan Garuda.
Di komando beberapa warga akhirnya mereka mendorong petugas security dan langsung merusak plank yang sudah berdiri. Melihat kondisi yang tidak bisa lagi dilerai, para petugas security akhirnya hanya menyaksikan aksi perusakan di depan mata mereka.
“Langkah membuat pengaduan terjadinya pengrusakan harus kita lakukan agar warga penghuni perumahan lapangan Garuda, tidak sewenang-wenang dan merasa bisa melakukan apa saja. PTPN 2 akan bertindak tegas dan pelaku pengerusakan sudah kita laporkan ke Polda Sumatera Utara,” tambah Rahmat Kurniawan.
Kompleks lapangan Garuda,jelas Rahmat, adalah milik PTPN 2 yang peruntukannya untuk perumahan karyawan aktif. "Menurut data, dari sekitar 300-an rumah yang ada, hanya sekitar 60 persen yang ditempati karyawan aktif selebihnya adalah karyawan pensiunan, keturunannya, dan pihak ketiga yang sama sekali tidak berhak dan tidak memiliki hubungan
Meski sudah berulangkali dilakukan mediasi untuk mengeluarkan penghuni yang tidak berhak, namun belum ditemukan jalan penyelesaian terbaik.
"Sebagian dari mereka malah minta ganti rugi yang tidak logis jika diminta meninggalkan rumah dinas,” jelas Rahmat Kurniawan. (Kr Sinaga)